Nama Gita Savitri Devi sudah lama dikenal di dunia digital Indonesia. Bukan hanya sebagai konten kreator, tetapi juga sebagai penulis, aktivis pemikiran kritis, dan figur publik yang kerap memantik diskusi. Gita bukan tipe influencer yang hanya mengejar popularitas. Ia hadir dengan gagasan, sudut pandang, dan keberanian menyuarakan opini, bahkan ketika pendapatnya berseberangan dengan arus utama.
Bagi sebagian orang, Gita adalah sosok inspiratif. Bagi sebagian lainnya, ia dianggap kontroversial. Namun satu hal yang sulit dibantah: Gita Savitri Devi adalah figur yang berpengaruh dan konsisten dengan prinsipnya.
Awal Perjalanan dan Latar Belakang Gita Savitri Devi

Gita Savitri Devi lahir di Palembang pada 27 Juli 1992. Ia kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Jerman, mengambil jurusan Kimia di Freie Universität Berlin. Keputusan untuk kuliah di luar negeri menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan hidupnya, karena dari sanalah sudut pandangnya terhadap banyak hal mulai terbentuk Wikipedia.
Hidup sebagai mahasiswa internasional tidak selalu mudah. Gita pernah membagikan kisah tentang tekanan akademik, kesepian, hingga tantangan finansial. Namun justru pengalaman itulah yang menempa cara berpikirnya menjadi lebih kritis, mandiri, dan terbuka terhadap perbedaan.
YouTube sebagai Medium Suara
Popularitas Gita Savitri Devi melejit melalui platform YouTube. Kanalnya tidak berisi konten hiburan ringan semata, melainkan diskusi tentang isu sosial, budaya, agama, pendidikan, dan kehidupan personal. Gaya bicaranya lugas, tenang, dan sering kali disertai argumen yang runtut.
Topik yang diangkat Gita sering kali sensitif: standar kecantikan, childfree, patriarki, ekspektasi sosial terhadap perempuan, hingga kritik terhadap budaya toxic positivity. Ia tidak ragu mengungkapkan pendapat meskipun sadar akan risiko backlash dari publik.
Yang membuat kontennya menonjol adalah pendekatan rasional. Gita jarang berbicara dengan nada emosional berlebihan. Ia lebih memilih menyampaikan sudut pandang berdasarkan pengalaman pribadi, bacaan, dan refleksi panjang.
Pandangan tentang Perempuan dan Pilihan Hidup
Salah satu topik yang paling sering dikaitkan dengan Gita Savitri Devi adalah pandangannya tentang childfree dan kebebasan perempuan menentukan hidupnya sendiri. Gita secara terbuka menyatakan bahwa ia memilih untuk tidak memiliki anak, sebuah keputusan yang masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Alih-alih memprovokasi, Gita menjelaskan pilihannya secara logis. Ia menekankan bahwa childfree bukan berarti membenci anak, melainkan soal kesadaran diri, kesiapan mental, dan tanggung jawab jangka panjang. Dalam banyak kesempatan, ia juga menegaskan bahwa pilihannya bukan untuk ditiru semua orang, melainkan untuk dihormati.
Sikap ini membuat Gita menjadi simbol bagi perempuan yang ingin berani berkata jujur tentang keinginan dan batasannya sendiri.
Penulis dengan Gaya Reflektif
Selain sebagai konten kreator, Gita Savitri Devi juga dikenal sebagai penulis. Buku-bukunya seperti Rentang Kisah dan Kenapa Kita Membenci? memperlihatkan sisi reflektif dan personal dari dirinya. Tulisan Gita cenderung jujur, apa adanya, dan tidak berusaha tampil sempurna.
Dalam bukunya, Gita membahas kegelisahan generasi muda, pencarian jati diri, luka batin, hingga relasi dengan keluarga dan masyarakat. Banyak pembaca merasa “terwakili” oleh tulisannya karena Gita tidak memposisikan diri sebagai sosok yang paling benar, melainkan sebagai manusia yang terus belajar.
Kontroversi dan Konsistensi
Tidak bisa dipungkiri, perjalanan Gita Savitri Devi di ruang publik juga diwarnai kontroversi. Beberapa pernyataannya viral dan menuai kritik tajam. Namun menariknya, Gita jarang menarik ucapannya hanya demi menyenangkan publik.
Ia lebih memilih menjelaskan ulang posisinya, meminta maaf jika memang keliru, atau tetap berdiri pada pendapatnya jika merasa argumennya valid. Sikap ini menunjukkan konsistensi, sesuatu yang jarang dimiliki figur publik di era media sosial yang serba cepat dan mudah berubah.
Bagi Gita, kritik adalah bagian dari dialog. Ia kerap mengajak audiensnya untuk berpikir, bukan sekadar setuju.
Pernikahan dan Kehidupan Pribadi

Gita Savitri Devi menikah dengan Paul André Partohap, seorang pria berdarah Indonesia-Jerman. Pernikahan mereka sering menjadi contoh hubungan yang egaliter, di mana komunikasi dan saling menghormati menjadi fondasi utama.
Gita tidak menjual kisah rumah tangganya secara berlebihan. Ia membagikan secukupnya, terutama hal-hal yang berkaitan dengan nilai, kompromi, dan pertumbuhan bersama. Pendekatan ini membuat banyak orang melihat pernikahan bukan sebagai dongeng sempurna, melainkan kerja sama dua individu dewasa.
Pengaruh bagi Generasi Muda
Bagi generasi muda Indonesia, Gita Savitri Devi adalah representasi keberanian berpikir berbeda. Ia menunjukkan bahwa menjadi kritis bukan berarti tidak beretika, dan menjadi perempuan mandiri bukan berarti menolak nilai budaya secara membabi buta.
Pengaruh Gita tidak hanya terlihat dari jumlah pengikut, tetapi dari diskusi yang muncul setelah kontennya tayang. Banyak orang mulai berani mempertanyakan norma, berdialog tentang kesehatan mental, dan memahami bahwa hidup tidak harus mengikuti satu cetakan yang sama.
Kritik Publik dan Cara Gita Menyikapinya
Sebagai figur publik yang vokal, Gita Savitri Devi tidak pernah lepas dari kritik. Setiap pernyataan yang ia sampaikan—terutama terkait isu sensitif seperti pernikahan, childfree, agama, atau norma sosial—kerap dipotong konteksnya dan dijadikan bahan perdebatan di media sosial.
Namun yang menarik, Gita jarang menanggapi kritik dengan defensif berlebihan. Ia memilih menjawab dengan argumen, klarifikasi, atau bahkan diam ketika merasa diskusi tidak lagi sehat. Dalam beberapa kasus, ia juga mengakui kesalahan dan merevisi pendapatnya secara terbuka. Sikap ini menunjukkan kedewasaan intelektual yang tidak semua figur publik miliki.
Bagi Gita, tidak semua kritik harus dilawan, dan tidak semua komentar layak direspons. Prinsip ini justru membuatnya tetap relevan dan tidak tenggelam dalam drama digital yang melelahkan.
Peran Media Sosial dalam Membentuk Diskursus
Gita Savitri Devi memanfaatkan media sosial bukan sekadar sebagai alat personal branding, tetapi sebagai ruang diskusi. Ia menyadari bahwa audiensnya datang dari latar belakang yang beragam, dengan nilai dan pengalaman hidup yang berbeda.
Konten-kontennya sering kali memicu kolom komentar panjang yang berisi debat, refleksi, bahkan curhat pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa Gita berhasil menciptakan ruang aman bagi sebagian orang untuk berpikir dan berbicara, meskipun tidak selalu berujung pada kesepakatan.
Di tengah budaya media sosial yang serba cepat dan dangkal, pendekatan Gita terasa berbeda. Ia tidak mengejar viralitas instan, melainkan dampak jangka panjang berupa perubahan cara berpikir.
Penutup: Sosok yang Mengajak Berpikir
Gita Savitri Devi mungkin bukan figur yang disukai semua orang. Namun justru di situlah letak kekuatannya. Ia hadir bukan untuk menyenangkan, melainkan untuk mengajak berpikir. Di tengah dunia digital yang penuh sensasi, kehadiran sosok seperti Gita menjadi penting sebagai penyeimbang.
Ia membuktikan bahwa suara yang tenang, jujur, dan konsisten bisa menjadi kekuatan besar. Terlepas dari pro dan kontra, Gita Savitri Devi telah menorehkan jejak sebagai salah satu figur intelektual populer yang berani, reflektif, dan relevan dengan zamannya.
Baca fakta seputar : Biography
Baca juga artikel menarik tentang : Hania Aamir: Pesona Keaslian dalam Industri Hiburan Pakistan

