Aku nggak akan lupa pertama kali nonton Film Jumbo.
Film yang waktu itu aku tonton iseng — karena judulnya aneh, posternya absurd, dan… well, aku lagi butuh distraksi dari kehidupan.
Tapi yang terjadi justru sebaliknya:
Film ini bikin aku diam, termenung, bahkan bertanya-tanya tentang sesuatu yang sangat manusiawi:
rasa cinta — dan betapa luas definisinya.
Kenapa Aku Nonton Film Seaneh Ini?
Waktu itu malam minggu.
Aku lagi suntuk banget.
Nggak pengen nonton Marvel.
Nggak minat juga nonton romcom basi.
Aku buka aplikasi streaming indie, scroll-scroll…
dan nemu poster film dengan judul “Jumbo”.
Deskripsinya?
“Seorang perempuan muda jatuh cinta dengan wahana taman bermain.”
Hah?
Aku langsung mikir:
“Seriusan? Ini film tentang cewek yang pacaran sama mesin?”
Tapi entah kenapa, rasa penasaran menang.
Dan di situlah semua mulai…
Plot Singkat Film Jumbo (Tanpa Banyak Spoiler)
Film ini bercerita tentang Jeanne, seorang wanita muda pendiam yang bekerja malam hari di taman hiburan lokal.
Jeanne bukan tipe cewek populer — dia introvert, canggung, dan punya hubungan yang rumit sama ibunya yang ekspresif banget.
Sampai suatu malam, dia mulai “merasa terhubung” dengan wahana atraksi baru bernama Film Jumbo— mesin besar dengan lampu warna-warni, suara mekanik, dan gerakan memutar yang katanya… memberi Jeanne kenyamanan emosional.
Dan dari sinilah cerita cinta aneh (tapi menyentuh) ini dimulai.
Yang Aku Rasakan Sepanjang Nonton: Bingung, Tersentuh, Lalu Kagum
Awalnya, aku nonton sambil senyum-senyum sinis.
Kayak, “Oke ini aneh banget, aku ngapain sih nonton ini?”
Tapi lama-lama… aku malah ikut tenggelam.
Bukan karena aku tiba-tiba pengen pacaran sama mesin ya 😅
Tapi karena film ini berhasil nunjukin bahwa cinta — dalam bentuk apapun — adalah tentang koneksi.
Jeanne bukan hanya jatuh cinta pada “benda”.
Dia terhubung dengan sesuatu yang menerimanya apa adanya.
Dan… bukankah itu esensi cinta?
Yang Bikin Film Jumbo Menonjol
1. Visualnya Memukau
Film ini punya gaya visual yang sangat khas.
Lampu-lampu taman hiburan yang menghipnotis, suara mesin yang mendebarkan, dan sinematografi lembut bikin aku betah ngelihatin layar meskipun dialognya minim.
2. Akting Noémie Merlant = Gila Bagus
Siapa sangka aktris yang pernah main di Portrait of a Lady on Fire ini bisa bawa karakter Jeanne sedalam itu?
Dia bikin kita yang nonton ikut ngerasain perasaan cinta yang absurd itu jadi masuk akal.
Jujur aja, pas adegan Jeanne ngomong penuh perasaan ke Film Jumbo, aku sempat nahan napas.
Bukan karena kagum — tapi karena… tersentuh.
Kok bisa ya, film se-absurd ini malah kena ke hati?
3. Bikin Kita Pertanyakan Normalitas
Film ini ngajak kita nanya:
“Siapa yang berhak mendefinisikan cinta itu normal atau nggak?”
Dan jujur, di era sekarang — di mana orientasi dan ekspresi cinta makin kompleks — film ini relevan banget.
Sisi Emosional: Saat Film “Ngena” ke Hidup Pribadi
Ini bagian paling jujur ya.
Aku nonton film ini pas lagi ngerasa… nggak nyambung sama siapa-siapa.
Hubungan pribadi lagi renggang.
Teman banyak, tapi kayak semuanya sibuk.
Aku ngerasa kosong — kayak nggak punya tempat buat “naruh hati”.
Dan tiba-tiba, film ini dateng.
Ngasih pandangan bahwa sometimes, connection nggak harus logis.
Yang penting itu perasaan diterima dan dimengerti — walaupun oleh sesuatu yang nggak bisa ngomong balik, dikutip dari laman resmi Wikipedia.
Aku nggak bilang aku relate 100% ke Jeanne. Tapi… aku ngerti banget kenapa dia merasa lebih nyaman dengan sesuatu yang “tak menghakimi.”
Kritikku yang Jujur: Nggak Semua Akan Suka
Oke, jujur aja ya:
Film ini nggak untuk semua orang.
Kalau kamu butuh cerita yang cepat, penuh aksi, atau ending yang jelas, mungkin kamu bakal frustrasi.
Karena Film Jumbo itu lebih ke puisi visual daripada film dengan struktur klasik.
Kadang membingungkan.
Kadang kayak mimpi.
Dan banyak adegan yang… ya, bakal dianggap “aneh” oleh penonton umum.
Tapi justru di situ keunikannya.
Apa yang Aku Pelajari dari Jumbo?
Banyak. Tapi yang paling nancep:
Cinta itu sangat personal.
Orang lain mungkin nggak ngerti, tapi selama itu memberi kedamaian, ya sah-sah aja.Kita semua butuh tempat untuk merasa utuh.
Entah itu manusia, hewan, musik, bahkan… mesin.Menerima perbedaan bukan berarti kita harus memahami semuanya.
Tapi cukup tahu bahwa kita bukan satu-satunya pusat kebenaran.
Film Jumbo dan Dunia Nyata
Setelah nonton, aku mulai baca soal objekofilia (kondisi psikologis di mana seseorang bisa jatuh cinta pada benda mati).
Aku tahu ini bukan topik umum.
Tapi ternyata, di luar sana memang ada orang-orang yang merasakannya.
Film ini menurutku berani banget ngangkat hal-hal yang biasanya cuma jadi bahan lelucon, lalu dibawa ke ranah yang manusiawi dan lembut.
Aku jadi lebih terbuka sekarang.
Nggak gampang nge-judge sesuatu yang “berbeda”.
Kesimpulan: Jumbo Mungkin Aneh, Tapi Jujur
Kalau kamu nanya apakah aku rekomendasikan film Jumbo, aku akan bilang:
Iya, tapi siap-siap untuk nggak nyaman.
Karena film ini akan nunjukin hal-hal yang bikin kamu berpikir, bahkan mungkin mempertanyakan “normalitas” dari cinta itu sendiri.
Tapi kalau kamu siap untuk buka hati dan kepala,
siap merasakan sesuatu yang baru dan nggak biasa…
…maka Film Jumbo bisa jadi salah satu film yang nggak akan pernah kamu lupakan.
Baca Juga Artikel dari: Schedule I: Dari Tukang Ngeganja Jadi Raja Kartel Virtual
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Information