Pesona Da Nang Vietnam: Antara Laut, Gunung, dan Kedamaian yang Memikat

Estimated read time 6 min read

Ada satu kota bernama Da Nang Vietnam yang terus membekas di ingatan saya—bukan hanya karena pantainya yang cantik atau makanannya yang lezat, tapi karena suasana kotanya yang terasa damai, bersih, dan penuh kejutan di setiap sudutnya. Kota itu bernama Da Nang Vietnam (kadang ditulis juga sebagai Danang). Saya pertama kali menginjakkan kaki di sana beberapa tahun lalu, dan sampai sekarang, setiap kali mendengar lagu-lagu instrumental khas Vietnam di kafe, bayangan kota itu selalu muncul kembali di kepala saya.

Kesan Pertama: Kota yang Tenang Tapi Modern

18 Best Things To Do In Da Nang: Must-Experience Activities

Begitu pesawat mendarat di Da Nang International Airport, hal pertama yang saya rasakan adalah betapa rapi dan modernnya bandara itu. Tak sebesar bandara di Ho Chi Minh City atau Hanoi, tapi pelayanan dan kebersihannya luar biasa. Di luar, jalanan terlihat lebar, teratur, dan tidak sepadat kota besar lainnya di Vietnam. Lalu lintasnya jauh lebih tenang—tidak ada klakson bersahutan seperti di Saigon Viva wisata.

Saya sempat berpikir, “Wah, ini seperti Surabaya tapi lebih bersih dan lebih tenang.”

Da Nang Vietnam adalah kota yang sedang berkembang pesat. Dulu, mungkin hanya kota pelabuhan biasa, tapi sekarang telah menjadi kota wisata modern yang memadukan keindahan alam, sejarah, dan gaya hidup urban yang nyaman. Bahkan banyak ekspatriat yang memilih tinggal di sini karena biaya hidup yang relatif murah, cuaca yang bersahabat, dan pantainya yang memukau.

Pantai My Khe: Surga di Tengah Kota

Tempat pertama yang saya kunjungi tentu saja My Khe Beach, pantai paling terkenal di Da Nang Vietnam. Begitu saya sampai di sana pagi hari, suasananya menenangkan—ombak bergulung lembut, pasir putih terhampar luas, dan para penduduk lokal sudah sibuk jogging atau berenang. Yang menarik, pantai ini bukan hanya destinasi wisatawan, tapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Saya duduk di tepi pantai sambil menyeruput kopi Vietnam dingin (ca phe sua da), menatap laut biru yang seolah tak berujung. Di kejauhan, saya bisa melihat Gunung Son Tra dan patung raksasa Lady Buddha berdiri megah di puncak bukit. Rasanya seperti melihat lukisan hidup.

Pantai My Khe juga dikenal aman untuk berenang dan berselancar. Banyak wisatawan mancanegara yang datang hanya untuk menikmati pagi di pantai ini—dan jujur saja, saya paham kenapa. Matahari terbit di sini luar biasa indah. Saat langit mulai oranye, sinarnya memantul di permukaan laut, dan angin lembut bertiup dari arah pegunungan. Momen itu begitu damai, seakan waktu berhenti sejenak.

Jembatan Naga (Dragon Bridge): Simbol Kebanggaan Da Nang Vietnam

Sore harinya, saya berjalan menyusuri tepi sungai Han River, tempat ikon paling terkenal Da Nang Vietnam berdiri gagah—Dragon Bridge. Jembatan ini berbentuk naga besar berwarna emas yang melintang di atas sungai. Menurut kepercayaan Vietnam, naga melambangkan kekuatan, keberuntungan, dan kemakmuran.

Yang membuatnya unik, setiap akhir pekan malam hari, naga di jembatan ini “menyemburkan api dan air” ke udara! Saya sempat menonton atraksi itu dari tepi sungai bersama ratusan orang lain. Lampu-lampu kota memantul di air sungai, sementara naga raksasa itu menghembuskan api dengan irama musik latar. Suasana terasa magis.

Di sekitar jembatan juga banyak kafe, restoran rooftop, dan pedagang kaki lima yang menjual makanan khas Vietnam seperti banh mi, pho, dan seafood bakar. Saya mencoba sepiring kerang panggang dengan saus pedas manis—rasanya luar biasa segar, mungkin karena lautnya begitu dekat.

Lady Buddha di Son Tra Peninsula: Kedamaian di Ketinggian

Lady Buddha Da Nang: A sacred site with stunning views

Hari berikutnya, saya memutuskan menyewa motor (salah satu hal paling menyenangkan yang bisa dilakukan di Vietnam) untuk menuju Son Tra Peninsula, sekitar 10 kilometer dari pusat kota. Jalan menuju ke sana menanjak dan berkelok, tapi pemandangannya luar biasa indah. Di satu sisi, laut biru luas; di sisi lain, hutan tropis dengan suara burung dan serangga.

Di puncak bukit berdiri Patung Lady Buddha, atau dikenal juga sebagai Linh Ung Pagoda. Patung setinggi 67 meter ini menghadap langsung ke laut, seakan menjaga seluruh kota Da Nang Vietnam dari bencana. Ketika berdiri di sana, angin laut berhembus lembut, aroma dupa dari kuil menyebar di udara, dan suara lonceng kuil bergema pelan. Saya merasa benar-benar damai.

Banyak pengunjung datang bukan hanya untuk berdoa, tapi juga untuk menikmati panorama kota dari atas. Dari tempat itu, kita bisa melihat garis pantai panjang Da Nang Vietnam yang membentang indah, dengan hotel-hotel dan resor yang berkilau di bawah sinar matahari.

Marble Mountains: Gunung Batu Marmer yang Penuh Misteri

Satu lagi destinasi yang tak boleh dilewatkan adalah Marble Mountains (Ngu Hanh Son). Tempat ini terletak sekitar 9 km dari pusat kota, dan terdiri dari lima bukit batu marmer dan kapur yang dinamai berdasarkan lima elemen: air, api, tanah, logam, dan kayu.

Saya menaiki tangga batu menuju puncak salah satu gunung, dan setiap langkah terasa seperti melangkah ke masa lalu. Di tengah perjalanan, saya menemukan gua-gua alami yang di dalamnya terdapat patung Buddha dan altar sembahyang. Sinar matahari masuk melalui celah gua, menciptakan suasana mistis yang sulit dijelaskan dengan kata-kata.

Dari atas puncak Marble Mountain, pemandangan Da Nang Vietnam terlihat begitu indah—kombinasi antara laut, kota, dan gunung. Saya duduk cukup lama di sana, merenung sambil berpikir betapa Vietnam berhasil menjaga keseimbangan antara kemajuan modern dan kelestarian budaya.

Kuliner Da Nang Vietnam: Sederhana Tapi Menggoda

Bicara tentang Vietnam tentu tidak lengkap tanpa bicara tentang kuliner. Danang punya banyak sekali makanan lokal yang rasanya sulit dilupakan. Salah satu yang paling terkenal adalah Mi Quang, semacam mi kuning khas daerah ini yang disajikan dengan udang, daging babi, telur puyuh, dan kacang tanah. Kuahnya sedikit, tapi bumbunya sangat kaya rasa.

Saya makan sepiring Mi Quang di sebuah warung kecil dekat pasar Han. Harganya hanya sekitar 25.000 dong (sekitar 15 ribu rupiah!), tapi rasanya seperti hidangan restoran mahal. Pedagangnya, seorang ibu paruh baya, tersenyum ramah dan bertanya asal saya dari mana. Begitulah orang Da Nang Vietnam—hangat, sopan, dan senang berbincang.

Selain Mi Quang, ada juga Banh Xeo, sejenis panekuk gurih berisi udang dan sayur, dimakan dengan daun selada dan saus kacang. Rasanya renyah dan segar. Tak lupa saya mencicipi seafood segar di tepi pantai—kepiting, cumi, dan kerang yang baru saja diambil dari laut. Semua disajikan dengan cara sederhana, tapi rasanya memuaskan.

Kehidupan Malam di Da Nang Vietnam: Tenang Tapi Penuh Warna

Berbeda dengan kota besar seperti Ho Chi Minh, kehidupan malam di Da Nang Vietnam lebih tenang tapi tetap menarik. Ada banyak kafe tepi sungai, bar rooftop, dan pasar malam yang bisa dikunjungi. Saya sendiri memilih bersantai di Sky 36 Bar, salah satu rooftop tertinggi di kota ini. Dari sana, pemandangan malam Da Nang terlihat memukau—lampu jembatan, sungai yang berkilau, dan angin malam yang sejuk membuat suasana begitu romantis.

Kalau ingin suasana yang lebih lokal, Helio Night Market bisa jadi pilihan. Pasar ini buka setiap malam dan menjual aneka street food khas Vietnam. Saya mencoba che, sejenis dessert dengan campuran kacang hijau, santan, dan jeli warna-warni—manisnya pas, cocok untuk menutup malam yang panjang.

Baca fakta seputar : Travel

Baca juga artikel menarik tentang  : Keindahan Goa Jomblang: Pesona Alam Tersembunyi di Gunungkidul

Author

You May Also Like

More From Author